“Ganjaran yang disediakan di sisi Alloh untuk orang yang mati syahid: Diampuni dosa-dosanya sejak tetes pertama darahnya; diperlihatkan tempatnya di surga dan dijauhkan dari siksa kubur; diamankan dari guncangan yang dahsyat; diletakkan di atas kepalanya mahkota dari permata yaqut yang lebih baik dari dunia dan segala yang ada di dalamnya; dinikahkan dengan 72 bidadari; memberikan syafaat bagi 70 orang kerabatnya.” (HR. Ahmad, At Turmudzi – hadis hasan, dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih).
Di antara sekian ganjaran yang Alloh swt janjikan bagi kaum beriman adalah mendapatkan bidadari surga (huurun ‘ien). Banyak ayat dan hadits yang melukiskan sosok bidadari.
”Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik” (QS. Ar Rahmaan: 70). Bidadari-bidadari tersebut sangat baik akhlaknya dan sangat cantik wajahnya. Mereka selalu sopan terhadap suaminya.
“Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang tidak liar pandangannya dan jelita matanya
(QS. Ash Shaaffaat: 48). “(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih, dipingit dalam rumah.” (QS. Ar Rahmaan: 72). Mereka menundukkan pandangannya dari melihat pria selain suaminya dan mereka menundukkan kakinya dari keluar rumah.
Nabi saw bersabda: ”Sesungguhnya pergi di jalan Alloh pada pagi hari atau sore hari adalah lebih baik daripada dunia dan seisinya. Sungguh busur panah salah seorang dari kalian di surga lebih baik daripada dunia dan seisinya. Kalau seorang bidadari surga datang ke dunia, pasti ia menyinari langit dan bumi dan memenuhi antara langit dan bumi aroma yang harum semerbak. Sungguh kerudung seorang wanita surga lebih baik daripada dunia dan seisinya” (HR Bukhari).
Syaikh Abdullah bin Jibrin menjawab: “Kenikmatan Surga sifatnya umum untuk laki-laki dan perempuan. Alloh berfirman: ‘Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki ataupun perempuan’ (QS. Ali-Imran: 195). Ayat serupa terdapat pula pada QS. An-Nahl: 97, An-Nisa’: 124, dan Al-Ahzab: 35.
Alloh menyebutkan bahwa wanita akan diciptakan ulang. ‘Sesungguhnya Kami menciptakan mereka dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan’ (QS. Al-Waqi’ah: 35-36). Maksudnya mengulangi penciptaan wanita-wanita dunia dan menjadikan mereka perawan kembali, yang tua kembali muda. Telah disebutkan dalam hadits bahwa wanita dunia mempunyai kelebihan atas bidadari karena ibadah dan ketaatan mereka. Para wanita yang beriman masuk Surga sebagaimana kaum lelaki. Jika wanita pernah menikah beberapa kali, dan ia masuk Surga bersama mereka, ia diberi hak untuk memilih salah satu di antara mereka, maka ia memilih yang paling baik diantara mereka.” (Dinukil dari Fatawal Mar’ah 1/13, yang dikutip dalam Al-Fatawa Al-Jami’ah lil Mar’atil Muslimah, edisi bahasa Indonesia “Fatwa-fatwa tentang wanita”).
Syaikh Muhammad al-’Utsaymin ditanya tentang perempuan shalihah yang belum pernah menikah di dunia atau ia menikah namun suaminya tidak masuk surga, lalu dengan siapa perempuan shalihah tersebut menikah di surga nanti?
Beliau menjawab, “Jawaban atas pertanyaan ini dapat diambil dari keumuman firman Alloh Ta’ala: ‘… Dan bagi kamu di dalamnya (akhirat) apa yang kamu inginkan dan bagi kamu (pula) di dalamnya apa yang kamu minta.’ (QS. Fushshilat: 31). Juga dalam QS. Az-Zukhruf: 71.
Maka niscaya perempuan shalihah tersebut akan mendapati bahwa di surga ada pria-pria (yang siap menikah), yang mana pria-pria (dunia yang masuk surga) tersebut memiliki istri-istri dari kalangan bidadari dan wanita-wanita dunia. Maka perempuan shalihah tadi, apabila ia ingin menikah maka ia pasti akan mendapatkan apa yang ia inginkan tersebut.” [Fatawa al-'Aqidah, hal. 312].
Beliau juga berkata, “… hanya disebutkan istri-istri bagi para lelaki di surga dan tidak disebutkan suami-suami bagi para wanita, bukan berarti para wanita tersebut tidak memiliki suami (di surga). Wanita-wanita tersebut tetap memiliki suami, yaitu lelaki dari kalangan anak Adam (lelaki dunia yang masuk surga).” [Fatawa al-'Aqidah, hal. 313].
Bagi laki-laki dan perempuan beriman yang ditakdirkan tidak menikah di dunia, maka mereka akan memperoleh suami/istri dari laki-laki dan perempuan dunia yang masuk ke surga. Karena di dalam surga tidak ada yang melajang.
”Sesungguhnya rombongan yang pertama masuk surga, wajahnya seperti rembulan saat purnama. Rombongan berikutnya, wajahnya bercahaya seperti bintang-bintang yang kemilau di langit. Setiap orang dari mereka mempunyai dua istri di mana sumsum tulang betisnya bisa dilihat dari luar. Di surga tidak ada yang melajang.” (HR Bukhari dan Muslim). Lelaki dunia penghuni surga memiliki dua jenis istri: yaitu perempuan dunia yang masuk surga, dan bidadari surga.
“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al Waaqi’ah: 35-37).
Ibnu Abbas berkata, “Wanita-wanita yang dimaksud adalah wanita-wanita dunia yang (diantaranya ada yang) tua dan beruban.” Qatadah dan Sa’id bin Jubair berkata, “Mereka diciptakan sebagai makhluk baru yang belum pernah ada sebelumnya”. Tafsir ini diperkuat hadits Anas bin Malik ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Wanita-wanita surga adalah wanita-wanita kalian yang dulunya sudah kabur penglihatannya dan kotor bulu alisnya” (HR. Ats Tsauri).
Apabila perempuan masuk surga, maka Alloh akan mengembalikan usia muda dan kegadisannya.
Seorang wanita tua datang kepada Nabi Muhammad saw meminta didoakan agar masuk surga. Nabi menjawabnya dengan sedikit bergurau: “Sesungguhnya tidak ada wanita tua yang masuk surga.” Kemudian terdengar wanita tua itu menangis, lantas beliau saw bersabda, “Beritahu wanita itu, bahwa dia tidak akan memasuki surga dalam keadaan tua. Saat itu adalah hari muda.” Lalu beliau saw membacakan Al Waaqi’ah: 35-37. (HR. At-Tirmidzi, Al-Baihaqi, dan Ath-Thabrani).
Ibnu Qayyim Al Jauzi berkata bahwa proses penciptaan langsung di surga (tanpa mengalami proses kelahiran) dalam surat Al-Waqi’aah ayat 35, terjadi pada dua jenis wanita penghuni surga, yaitu: bidadari-bidadari surga dan wanita-wanita dunia yang masuk surga. (Tamasya ke Surga. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Darul Falah: 2000 M).
Perempuan dunia yang masuk surga lebih mulia daripada para bidadari.
Ibnu Katsir saat membahas surat Al Waaqi’ah mengangkat hadits dari Abul Qasim ath Thabrani yang meriwayatkan bahwa Ummu Salamah berkata, “Aku bertanya kepada Rasululloh saw, ‘Terangkan padaku tentang firman Alloh: uruban atrooban.’ Rasululloh menjawab, ‘Mereka adalah perempuan-perempuan dunia, meskipun ketika wafat dalam keadaan tua renta, namun Alloh swt menjadikan mereka perawan-perawan yang lemah lembut, muda dan sebaya, serta besar rasa cintanya.’ Aku bertanya, ‘Ya Rasululloh, siapa yang lebih utama antara perempuan dunia dan bidadari surga?’ Rasululloh menjawab, ‘perempuan-perempuan dunia (yang beriman) lebih utama dari bidadari surga seperti keutamaan yang tampak dari yang tidak tampak, hal itu karena ibadah dan ketaatan mereka di dunia, Alloh swt akan mengenakan cahaya pada mereka, mereka kekal dan dalam keridhoan.’ Aku bertanya lagi, ‘Ya Rasululloh, ada salah seorang dari kami menikah sampai empat kali. Jika dia masuk surga dan keempat suaminya pun masuk surga, maka siapakah nanti yang akan menjadi pasangannya?’ Rasululloh saw menjawab, ‘Wahai Ummu Salamah, wanita itu disuruh memilih, lalu diapun memilih siapa di antara mereka yang paling baik akhlaqnya. Lalu dia berkata, “Rabbi, sesungguhnya lelaki inilah yang paling baik tatkala hidup bersamaku di dunia. Maka nikahkanlah aku dengannya” … ‘Wahai Ummu Salamah, akhlaq yang baik itu akan pergi membawa dua kebaikan, dunia dan akhirat.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir dalam pembahasan surat Al-Waqi’aah).
Itulah mengapa para ulama menyatakan tidak ada bidadari lelaki (bidadara) di surga, karena perempuan-perempuan dunia yang masuk surga akan menikahi laki-laki dunia yang masuk surga. Sebagaimana Ibnu Katsir saat membahas surat At Tahriim menyebutkan hadits Bukhari dan Muslim mengenai kesempurnaan Asiah istri Firaun, Maryam binti Imron, dan Khadijah binti Khuwailid. Ibnu Katsir juga mengangkat hadits lain bahwa Asiah istri Firaun dan Maryam binti Imron akan menjadi istri Rasululloh saw di surga bersama perempuan-perempuan yang menjadi istri Rasululloh di dunia. Sedangkan bidadari-bidadari surga pada dasarnya hanyalah selir, dayang dan pelayan. Sementara perempuan-perempuan dunia yang masuk surga yang akan menjadi permaisuri, ratu dan istri utama dari laki-laki dunia yang masuk surga, mereka lebih cantik, saleh, dan berakhlak mulia.
Imam Al-Qurthuby dalam kitab tafsirnya menyebutkan beberapa atsar bahwa wanita dunia saat berada di surga akan jauh lebih cantik melebihi bidadari-bidadari surga, ini karena kesungguhan mereka dalam beribadah kepada Alloh swt (Lihat Tafsir Al-Qurthuby).
Surga akhirat dapat dicapai dengan surga dunia, yaitu dengan menemukan istri shalihah yang memberikan surga dunia sekaligus mengantarkan pada surga akhirat.
“Jika seorang hamba menikah maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya, dan bertakwalah kepada Alloh terhadap separuh sisanya.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Ausath dan Baihaqi dalam Asy-Sya’b, hadits hasan menurut Al-Albani dalam Shahih al-Jami’). “Barangsiapa yang diberikan Alloh isteri yang shalihah, maka itu dapat membantunya terhadap separuh ajaran agamanya. Maka bertakwalah kepada Alloh terhadap separuh yang lain.” (HR. Hakim).
Istri shalihah akan menjadi bidadari akhirat karena ketakwaannya (pada Alloh swt) dan ketaatannya (pada suami). “Apabila wanita melaksanakan (kewajiban) sholat lima waktunya, puasa (Ramadhan), menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya, maka ia masuk surga” (HR. Ahmad dan lainnya).
Seorang wanita datang pada Rasululloh saw lalu berkata: “Aku adalah utusan para wanita kepada engkau untuk bertanya, jihad telah diwajibkan Alloh bagi kaum lelaki (dengan pahalanya yang sangat besar) … , lalu bagaimana dengan pahala kami kaum wanita?” Nabi saw menjawab, “Sampaikanlah pada para wanita bahwa taat kepada suami dan mengakui haknya itu sama dengan jihad di jalan Alloh, dan sedikit sekali diantara kamu yang melakukannya” (HR. Al Bazzar dan Thabrani). “Jika suami memanggil isterinya ke tempat tidur lalu ia enggan mendatanginya sehingga suami marah, maka malaikat akan mengutuknya hingga pagi.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Demikianlah seorang wanita shalihah mampu membuat cemburu para bidadari karena perjuangannya di dunia.
“Wanita adalah rais (pemimpin/pengelola) dalam rumah suaminya dan bertanggungjawab atas pengelolaannya” (HR. Bukhari dan Muslim). Asma binti Abu Bakar berkata: “Ketika Zubeir menikah denganku ia tidak mempunyai harta atau sesuatu yang lain kecuali kuda dan unta, maka akulah yang memberi makan, merawatnya, menumbukkan biji kurma untuk untanya, memberi minum, menjahit timbanya, membuat adonan tepung, dan aku membawa biji kurma di atas kepalaku sejauh sepertiga farsakh (sekitar satu jam perjalanan kaki) sehingga Abu Bakar pernah mengirimkan seorang khadim. Maka mengurus kuda adalah menjadi tugasku … ” (HR. Bukhari).
Namun tetap ada batasan ketaatan istri terhadap suami. “Tidak boleh taat kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Khaliq (Alloh)” (HR. Ahmad dan Hakim).
Merugilah orang tua atau perempuan yang mengejar lelaki hanya karena kekayaan atau penampilannya. Suami idaman (calon penghuni surga) ialah yang berkarakter kokoh, pemahaman agama yang baik untuk membimbing keluarganya, dan berakhlak mulia sehingga tidak menyakiti istrinya ketika sedang marah.
“Mukmin yang paling sempurna imannya ialah mereka yang paling baik akhlaknya, dan orang yang paling baik diantara kalian ialah yang paling baik terhadap istrinya” (HR. Turmudzi). “Takutlah kepada Alloh dalam (memperlakukan) wanita karena kamu mengambil mereka dengan amanat Alloh, dan engkau halalkan kemaluan mereka dengan kalimat Alloh. Dan kewajibanmu adalah memberi nafkah dan pakaian kepada mereka dengan baik” (HR. Muslim).
Suami ideal, yang menjadi pendamping perempuan penghuni surga, adalah suami yang membimbing dan menafkahi istrinya.
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Alloh telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An Nisaa’: 34).
“Apa yang kamu nafkahkan terhadap keluargamu, maka kamu mendapatkan pahala atasnya sekalipun (kamu miskin sehingga) yang dimakan isterimu hanya satu suap.” (HR. Muttafaq alaih). “Satu Dinar yang kamu nafkahkan pada jalan Alloh, satu Dinar yang kamu nafkahkan kepada budak, satu Dinar yang kamu sedekahkan kepada orang miskin, satu Dinar yang kamu nafkahkan kepada keluargamu, maka pahala yang paling besar adalah apa yang kamu nafkahkan terhadap keluargamu.” (HR. Muslim dan Ahmad).
Suami tersebut harus memiliki ghirah dan tidak memberi peluang terjadinya fitnah pada istri.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (QS. At Tahrim: 6). Nabi saw bersabda: “Janganlah kalian (lelaki) masuk ke tempat wanita.” Sahabat bertanya, “Bagaimana kalau saudara ipar?” Nabi menjawab, “ipar itu maut (berbahaya)” (HR. Bukhari).
Suami pun harus berdiskusi dengan istri dalam proses pengambilan keputusan. “Bermusyawarahlah dengan wanita (istri) dalam urusan lamaran anak mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Suami juga harus memberikan kesempatan untuk istri berceria dan beraktualisasi. Istri dapat jenuh karena terus menerus berada di rumah, karena itu para suami harus dapat memberi hiburan dan rekreasi bagi istrinya. Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bila hendak safar, beliau mengundi di antara para istrinya, siapa yang akan diajak dalam safar tersebut.
Dan yang tak ketinggalan ialah suami pun harus dapat membantu pekerjaan istrinya.
Aisyah pernah ditanya apa yang dilakukan Nabi saw di rumah, Aisyah berkata, “Adalah Nabi saw membantu pekerjaan istrinya, menyapu rumahnya, menambal pakaiannya, menjahit sandalnya, dan memerah kambingnya, maka apabila tiba waktu sholat ia pergi melakukan sholat” (HR. Bukhari).
Alloh swt berfirman (dalam hadits qudsi), “Kecintaanku terwujud kepada dua orang yang saling mencintai karenaku.” (HR. Ahmad, Ath-Thabrani, dan Hakim dari Ubadah bin Shamit dan dishahihkan al-Albani dalam kitab Shahih al-Jami’). Alloh juga berfirman (dalam hadits qudsi), “Di mana orang-orang yang saling mencintai karena kemuliaan-Ku. Hari ini (di Padang Mahsyar) Aku memberikan naungan-Ku kepada mereka, pada hari ketika tidak ada naungan selain naungan-Ku.” (HR. Muslim).
Jika tingkat keimanan antara suami dan istri tidak sama maka mereka tidak dapat bersanding karena berada di level surga yang berbeda. Ibnu Katsir dalam tafsir surat Al Haaqqah menyebutkan hadits shahih dari Ibnu Abi Hatim bahwa penduduk surga tingkat yang atas dapat mengunjungi penduduk surga di tingkat bawahnya namun penduduk surga tingkat yang bawah tidak dapat mengunjungi penduduk surga di tingkat atasnya.
Maka cinta sejati diperoleh dengan kerjasama dalam urusan dunia dan akhirat, sehingga berada dalam keimanan yang sama.
Nabi saw bersabda: “Semoga Alloh memberikan rahmat kepada seseorang yang bangun malam kemudian sholat dan membangunkan istrinya lalu ia pun sholat, jika istri enggan ia percikkan air dimukanya. Dan semoga Alloh swt memberikan rahmat kepada istri yang bangun malam kemudian sholat dan membangunkan suaminya lalu ia pun sholat, jika suami enggan ia percikkan air dimukanya” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Para istri generasi salaf biasa berkata pada suaminya: “Takutlah pada Alloh, janganlah engkau mencari rizki yang haram karena kami mampu menahan lapar, tetapi kami tak akan mampu menahan siksa neraka.” (Pengantin Islam. Abdullah Nashih Ulwan. Al Ishlahy Press. 1993: Jakarta).
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Alloh menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (An Nisaa’: 19).
Ujian eksternal dapat diatasi jika internal rumah tangganya solid. Sedangkan ujian internal yang dominan ialah adanya sifat-sifat pasangan yang tidak disukai. Jika sifat itu merupakan hal buruk maka harus diubah secara hikmah, dan baik suami maupun istri harus mau mengubah kebiasaan buruknya. Namun ada juga sifat yang merupakan keunikan karakter, dan ayat di atas menjadikan kesabaran sebagai solusi.
Dari Aisyah: “Tidak pernah keluarga Muhammad saw makan sampai kenyang dengan roti gandum untuk tiga malam berturut-turut sejak kedatangan mereka di Madinah hingga wafatnya” (HR Muslim). Nabi Muhammad saw dan keluarganya hidup sangat sederhana, namun mereka menjadi qudwah bahwa orang-orang miskin pun bisa bahagia. Karena kebahagiaan berada di ketenangan hati (QS. Al Fajr: 27 – 30).
“… Jika mereka miskin Alloh akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Alloh Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nuur: 32).
Kendala ekonomi bukanlah penghambat menikah. Ketika kedua pasangan sepakat bahwa tujuan utama mereka adalah mendekatkan diri pada Alloh swt, maka masalah ekonomi, ego keluarga, dan ejekan orang lain akan dapat ditepis. Sehingga mendapatkan istri shalihah merupakan faktor utama keberlangsungan pernikahan.
“Perempuan itu lazimnya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena (kemuliaan) keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya, maka pilihlah perempuan yang memiliki agama, (jika tidak) maka binasalah engkau” (HR. Bukhari dan Muslim).
“… wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Alloh lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Alloh telah memelihara (mereka) …” (QS. An Nisaa’: 34). “Tidak ada manfaat yang lebih baik bagi seorang Mukmin setelah takwa kepada Alloh selain dari pada isteri yang salehah. Jika memerintah padanya, ia mematuhinya. Jika memandang padanya, ia menggembirakannya. Jika suaminya tidak ada di sisinya, ia menjaga harta dan dirinya.” (HR. Ibnu Majah).
Calon istri ideal tidak harus cantik atau kaya. Calon istri idaman ialah yang berkarakter kokoh, sholihah sebagaimana disampaikan dalam ayat dan hadits di atas. Dia tidak menjadikan harta sebagai ukuran, dia siap untuk berjuang bersama, dan dialah yang akan menjadi bidadari tercantik di surga.
Karena sesungguhnya dunia itu sementara dan sangat singkat. “Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari.” (QS. An Naazi´aat: 46).
Sedangkan akhirat adalah abadi, yang satu harinya adalah 1000 tahun waktu dunia. “Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS. Al Hajj: 47).
Wallohu A’lam BishShowab
Di antara sekian ganjaran yang Alloh swt janjikan bagi kaum beriman adalah mendapatkan bidadari surga (huurun ‘ien). Banyak ayat dan hadits yang melukiskan sosok bidadari.
”Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik” (QS. Ar Rahmaan: 70). Bidadari-bidadari tersebut sangat baik akhlaknya dan sangat cantik wajahnya. Mereka selalu sopan terhadap suaminya.
“Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang tidak liar pandangannya dan jelita matanya
(QS. Ash Shaaffaat: 48). “(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih, dipingit dalam rumah.” (QS. Ar Rahmaan: 72). Mereka menundukkan pandangannya dari melihat pria selain suaminya dan mereka menundukkan kakinya dari keluar rumah.
Nabi saw bersabda: ”Sesungguhnya pergi di jalan Alloh pada pagi hari atau sore hari adalah lebih baik daripada dunia dan seisinya. Sungguh busur panah salah seorang dari kalian di surga lebih baik daripada dunia dan seisinya. Kalau seorang bidadari surga datang ke dunia, pasti ia menyinari langit dan bumi dan memenuhi antara langit dan bumi aroma yang harum semerbak. Sungguh kerudung seorang wanita surga lebih baik daripada dunia dan seisinya” (HR Bukhari).
Adakah Bidadara bagi Perempuan Penghuni Surga?
Syaikh Abdullah bin Jibrin ditanya mengenai ayat Al Quran yang banyak memberi kabar gembira bagi mukminin dengan balasan bidadari, sementara tidak disebutkan bidadara bagi mukminat.Syaikh Abdullah bin Jibrin menjawab: “Kenikmatan Surga sifatnya umum untuk laki-laki dan perempuan. Alloh berfirman: ‘Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki ataupun perempuan’ (QS. Ali-Imran: 195). Ayat serupa terdapat pula pada QS. An-Nahl: 97, An-Nisa’: 124, dan Al-Ahzab: 35.
Alloh menyebutkan bahwa wanita akan diciptakan ulang. ‘Sesungguhnya Kami menciptakan mereka dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan’ (QS. Al-Waqi’ah: 35-36). Maksudnya mengulangi penciptaan wanita-wanita dunia dan menjadikan mereka perawan kembali, yang tua kembali muda. Telah disebutkan dalam hadits bahwa wanita dunia mempunyai kelebihan atas bidadari karena ibadah dan ketaatan mereka. Para wanita yang beriman masuk Surga sebagaimana kaum lelaki. Jika wanita pernah menikah beberapa kali, dan ia masuk Surga bersama mereka, ia diberi hak untuk memilih salah satu di antara mereka, maka ia memilih yang paling baik diantara mereka.” (Dinukil dari Fatawal Mar’ah 1/13, yang dikutip dalam Al-Fatawa Al-Jami’ah lil Mar’atil Muslimah, edisi bahasa Indonesia “Fatwa-fatwa tentang wanita”).
Syaikh Muhammad al-’Utsaymin ditanya tentang perempuan shalihah yang belum pernah menikah di dunia atau ia menikah namun suaminya tidak masuk surga, lalu dengan siapa perempuan shalihah tersebut menikah di surga nanti?
Beliau menjawab, “Jawaban atas pertanyaan ini dapat diambil dari keumuman firman Alloh Ta’ala: ‘… Dan bagi kamu di dalamnya (akhirat) apa yang kamu inginkan dan bagi kamu (pula) di dalamnya apa yang kamu minta.’ (QS. Fushshilat: 31). Juga dalam QS. Az-Zukhruf: 71.
Maka niscaya perempuan shalihah tersebut akan mendapati bahwa di surga ada pria-pria (yang siap menikah), yang mana pria-pria (dunia yang masuk surga) tersebut memiliki istri-istri dari kalangan bidadari dan wanita-wanita dunia. Maka perempuan shalihah tadi, apabila ia ingin menikah maka ia pasti akan mendapatkan apa yang ia inginkan tersebut.” [Fatawa al-'Aqidah, hal. 312].
Beliau juga berkata, “… hanya disebutkan istri-istri bagi para lelaki di surga dan tidak disebutkan suami-suami bagi para wanita, bukan berarti para wanita tersebut tidak memiliki suami (di surga). Wanita-wanita tersebut tetap memiliki suami, yaitu lelaki dari kalangan anak Adam (lelaki dunia yang masuk surga).” [Fatawa al-'Aqidah, hal. 313].
Bagi laki-laki dan perempuan beriman yang ditakdirkan tidak menikah di dunia, maka mereka akan memperoleh suami/istri dari laki-laki dan perempuan dunia yang masuk ke surga. Karena di dalam surga tidak ada yang melajang.
”Sesungguhnya rombongan yang pertama masuk surga, wajahnya seperti rembulan saat purnama. Rombongan berikutnya, wajahnya bercahaya seperti bintang-bintang yang kemilau di langit. Setiap orang dari mereka mempunyai dua istri di mana sumsum tulang betisnya bisa dilihat dari luar. Di surga tidak ada yang melajang.” (HR Bukhari dan Muslim). Lelaki dunia penghuni surga memiliki dua jenis istri: yaitu perempuan dunia yang masuk surga, dan bidadari surga.
Perempuan Dunia yang Masuk Surga Lebih Utama daripada Bidadari
Sifat dan keindahan bidadari surga akan melekat pula pada perempuan-perempuan shalihah yang memasuki surga.“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al Waaqi’ah: 35-37).
Ibnu Abbas berkata, “Wanita-wanita yang dimaksud adalah wanita-wanita dunia yang (diantaranya ada yang) tua dan beruban.” Qatadah dan Sa’id bin Jubair berkata, “Mereka diciptakan sebagai makhluk baru yang belum pernah ada sebelumnya”. Tafsir ini diperkuat hadits Anas bin Malik ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Wanita-wanita surga adalah wanita-wanita kalian yang dulunya sudah kabur penglihatannya dan kotor bulu alisnya” (HR. Ats Tsauri).
Apabila perempuan masuk surga, maka Alloh akan mengembalikan usia muda dan kegadisannya.
Seorang wanita tua datang kepada Nabi Muhammad saw meminta didoakan agar masuk surga. Nabi menjawabnya dengan sedikit bergurau: “Sesungguhnya tidak ada wanita tua yang masuk surga.” Kemudian terdengar wanita tua itu menangis, lantas beliau saw bersabda, “Beritahu wanita itu, bahwa dia tidak akan memasuki surga dalam keadaan tua. Saat itu adalah hari muda.” Lalu beliau saw membacakan Al Waaqi’ah: 35-37. (HR. At-Tirmidzi, Al-Baihaqi, dan Ath-Thabrani).
Ibnu Qayyim Al Jauzi berkata bahwa proses penciptaan langsung di surga (tanpa mengalami proses kelahiran) dalam surat Al-Waqi’aah ayat 35, terjadi pada dua jenis wanita penghuni surga, yaitu: bidadari-bidadari surga dan wanita-wanita dunia yang masuk surga. (Tamasya ke Surga. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Darul Falah: 2000 M).
Perempuan dunia yang masuk surga lebih mulia daripada para bidadari.
Ibnu Katsir saat membahas surat Al Waaqi’ah mengangkat hadits dari Abul Qasim ath Thabrani yang meriwayatkan bahwa Ummu Salamah berkata, “Aku bertanya kepada Rasululloh saw, ‘Terangkan padaku tentang firman Alloh: uruban atrooban.’ Rasululloh menjawab, ‘Mereka adalah perempuan-perempuan dunia, meskipun ketika wafat dalam keadaan tua renta, namun Alloh swt menjadikan mereka perawan-perawan yang lemah lembut, muda dan sebaya, serta besar rasa cintanya.’ Aku bertanya, ‘Ya Rasululloh, siapa yang lebih utama antara perempuan dunia dan bidadari surga?’ Rasululloh menjawab, ‘perempuan-perempuan dunia (yang beriman) lebih utama dari bidadari surga seperti keutamaan yang tampak dari yang tidak tampak, hal itu karena ibadah dan ketaatan mereka di dunia, Alloh swt akan mengenakan cahaya pada mereka, mereka kekal dan dalam keridhoan.’ Aku bertanya lagi, ‘Ya Rasululloh, ada salah seorang dari kami menikah sampai empat kali. Jika dia masuk surga dan keempat suaminya pun masuk surga, maka siapakah nanti yang akan menjadi pasangannya?’ Rasululloh saw menjawab, ‘Wahai Ummu Salamah, wanita itu disuruh memilih, lalu diapun memilih siapa di antara mereka yang paling baik akhlaqnya. Lalu dia berkata, “Rabbi, sesungguhnya lelaki inilah yang paling baik tatkala hidup bersamaku di dunia. Maka nikahkanlah aku dengannya” … ‘Wahai Ummu Salamah, akhlaq yang baik itu akan pergi membawa dua kebaikan, dunia dan akhirat.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir dalam pembahasan surat Al-Waqi’aah).
Itulah mengapa para ulama menyatakan tidak ada bidadari lelaki (bidadara) di surga, karena perempuan-perempuan dunia yang masuk surga akan menikahi laki-laki dunia yang masuk surga. Sebagaimana Ibnu Katsir saat membahas surat At Tahriim menyebutkan hadits Bukhari dan Muslim mengenai kesempurnaan Asiah istri Firaun, Maryam binti Imron, dan Khadijah binti Khuwailid. Ibnu Katsir juga mengangkat hadits lain bahwa Asiah istri Firaun dan Maryam binti Imron akan menjadi istri Rasululloh saw di surga bersama perempuan-perempuan yang menjadi istri Rasululloh di dunia. Sedangkan bidadari-bidadari surga pada dasarnya hanyalah selir, dayang dan pelayan. Sementara perempuan-perempuan dunia yang masuk surga yang akan menjadi permaisuri, ratu dan istri utama dari laki-laki dunia yang masuk surga, mereka lebih cantik, saleh, dan berakhlak mulia.
Imam Al-Qurthuby dalam kitab tafsirnya menyebutkan beberapa atsar bahwa wanita dunia saat berada di surga akan jauh lebih cantik melebihi bidadari-bidadari surga, ini karena kesungguhan mereka dalam beribadah kepada Alloh swt (Lihat Tafsir Al-Qurthuby).
Mencari Bidadari Dunia dan Akhirat
“Pada kemaluan isteri kalian ada sedekah.” Sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah ketika kami menyalurkan syahwat kepada isteri akan mendapat pahala?” Rasulullah menjawab, “Jika kamu menyalurkan pada yang haram, apakah terdapat dosa?” Sahabat menjawab, “Tentu.” Rasulullah berkata, “Demikian pula halnya jika menyalurkan pada yang halal, dia mendapat pahala.” (HR. Muslim). Ibnu Hajar dalam kitab Fath al-Bari (Syarah Shahih Bukhari) berkata, “Imam Bukhari menujukan Bab man thalab al-walad li al-Jihad agar dalam melakukan hubungan intim hendaknya diiringi niat untuk mendapatkan anak yang berjuang di jalan Alloh sehingga ia mendapatkan pahala kendati tidak terwujud.”Surga akhirat dapat dicapai dengan surga dunia, yaitu dengan menemukan istri shalihah yang memberikan surga dunia sekaligus mengantarkan pada surga akhirat.
“Jika seorang hamba menikah maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya, dan bertakwalah kepada Alloh terhadap separuh sisanya.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Ausath dan Baihaqi dalam Asy-Sya’b, hadits hasan menurut Al-Albani dalam Shahih al-Jami’). “Barangsiapa yang diberikan Alloh isteri yang shalihah, maka itu dapat membantunya terhadap separuh ajaran agamanya. Maka bertakwalah kepada Alloh terhadap separuh yang lain.” (HR. Hakim).
Istri shalihah akan menjadi bidadari akhirat karena ketakwaannya (pada Alloh swt) dan ketaatannya (pada suami). “Apabila wanita melaksanakan (kewajiban) sholat lima waktunya, puasa (Ramadhan), menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya, maka ia masuk surga” (HR. Ahmad dan lainnya).
Seorang wanita datang pada Rasululloh saw lalu berkata: “Aku adalah utusan para wanita kepada engkau untuk bertanya, jihad telah diwajibkan Alloh bagi kaum lelaki (dengan pahalanya yang sangat besar) … , lalu bagaimana dengan pahala kami kaum wanita?” Nabi saw menjawab, “Sampaikanlah pada para wanita bahwa taat kepada suami dan mengakui haknya itu sama dengan jihad di jalan Alloh, dan sedikit sekali diantara kamu yang melakukannya” (HR. Al Bazzar dan Thabrani). “Jika suami memanggil isterinya ke tempat tidur lalu ia enggan mendatanginya sehingga suami marah, maka malaikat akan mengutuknya hingga pagi.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Demikianlah seorang wanita shalihah mampu membuat cemburu para bidadari karena perjuangannya di dunia.
“Wanita adalah rais (pemimpin/pengelola) dalam rumah suaminya dan bertanggungjawab atas pengelolaannya” (HR. Bukhari dan Muslim). Asma binti Abu Bakar berkata: “Ketika Zubeir menikah denganku ia tidak mempunyai harta atau sesuatu yang lain kecuali kuda dan unta, maka akulah yang memberi makan, merawatnya, menumbukkan biji kurma untuk untanya, memberi minum, menjahit timbanya, membuat adonan tepung, dan aku membawa biji kurma di atas kepalaku sejauh sepertiga farsakh (sekitar satu jam perjalanan kaki) sehingga Abu Bakar pernah mengirimkan seorang khadim. Maka mengurus kuda adalah menjadi tugasku … ” (HR. Bukhari).
Namun tetap ada batasan ketaatan istri terhadap suami. “Tidak boleh taat kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Khaliq (Alloh)” (HR. Ahmad dan Hakim).
Agar Menjadi Lelaki Penghuni Surga
“Jika datang (melamar) kepadamu orang yang engkau ridha akan agama dan akhlaqnya, maka nikahkanlah (putrimu) dengannya, jika kamu tidak menerima (lamarannya) niscaya terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang luas” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).Merugilah orang tua atau perempuan yang mengejar lelaki hanya karena kekayaan atau penampilannya. Suami idaman (calon penghuni surga) ialah yang berkarakter kokoh, pemahaman agama yang baik untuk membimbing keluarganya, dan berakhlak mulia sehingga tidak menyakiti istrinya ketika sedang marah.
“Mukmin yang paling sempurna imannya ialah mereka yang paling baik akhlaknya, dan orang yang paling baik diantara kalian ialah yang paling baik terhadap istrinya” (HR. Turmudzi). “Takutlah kepada Alloh dalam (memperlakukan) wanita karena kamu mengambil mereka dengan amanat Alloh, dan engkau halalkan kemaluan mereka dengan kalimat Alloh. Dan kewajibanmu adalah memberi nafkah dan pakaian kepada mereka dengan baik” (HR. Muslim).
Suami ideal, yang menjadi pendamping perempuan penghuni surga, adalah suami yang membimbing dan menafkahi istrinya.
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Alloh telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An Nisaa’: 34).
“Apa yang kamu nafkahkan terhadap keluargamu, maka kamu mendapatkan pahala atasnya sekalipun (kamu miskin sehingga) yang dimakan isterimu hanya satu suap.” (HR. Muttafaq alaih). “Satu Dinar yang kamu nafkahkan pada jalan Alloh, satu Dinar yang kamu nafkahkan kepada budak, satu Dinar yang kamu sedekahkan kepada orang miskin, satu Dinar yang kamu nafkahkan kepada keluargamu, maka pahala yang paling besar adalah apa yang kamu nafkahkan terhadap keluargamu.” (HR. Muslim dan Ahmad).
Suami tersebut harus memiliki ghirah dan tidak memberi peluang terjadinya fitnah pada istri.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (QS. At Tahrim: 6). Nabi saw bersabda: “Janganlah kalian (lelaki) masuk ke tempat wanita.” Sahabat bertanya, “Bagaimana kalau saudara ipar?” Nabi menjawab, “ipar itu maut (berbahaya)” (HR. Bukhari).
Suami pun harus berdiskusi dengan istri dalam proses pengambilan keputusan. “Bermusyawarahlah dengan wanita (istri) dalam urusan lamaran anak mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Suami juga harus memberikan kesempatan untuk istri berceria dan beraktualisasi. Istri dapat jenuh karena terus menerus berada di rumah, karena itu para suami harus dapat memberi hiburan dan rekreasi bagi istrinya. Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bila hendak safar, beliau mengundi di antara para istrinya, siapa yang akan diajak dalam safar tersebut.
Dan yang tak ketinggalan ialah suami pun harus dapat membantu pekerjaan istrinya.
Aisyah pernah ditanya apa yang dilakukan Nabi saw di rumah, Aisyah berkata, “Adalah Nabi saw membantu pekerjaan istrinya, menyapu rumahnya, menambal pakaiannya, menjahit sandalnya, dan memerah kambingnya, maka apabila tiba waktu sholat ia pergi melakukan sholat” (HR. Bukhari).
Cinta Sejati: Suami-Isteri Dunia dan Akhirat
Alloh swt berfirman, “Surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang saleh dari orangtuanya, isteri-isterinya dan anak cucunya.” (QS. Ar-Ra’d: 23). ”Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan isteri-isteri kamu digembirakan.” (QS. Az-Zukhruf: 70).Alloh swt berfirman (dalam hadits qudsi), “Kecintaanku terwujud kepada dua orang yang saling mencintai karenaku.” (HR. Ahmad, Ath-Thabrani, dan Hakim dari Ubadah bin Shamit dan dishahihkan al-Albani dalam kitab Shahih al-Jami’). Alloh juga berfirman (dalam hadits qudsi), “Di mana orang-orang yang saling mencintai karena kemuliaan-Ku. Hari ini (di Padang Mahsyar) Aku memberikan naungan-Ku kepada mereka, pada hari ketika tidak ada naungan selain naungan-Ku.” (HR. Muslim).
Jika tingkat keimanan antara suami dan istri tidak sama maka mereka tidak dapat bersanding karena berada di level surga yang berbeda. Ibnu Katsir dalam tafsir surat Al Haaqqah menyebutkan hadits shahih dari Ibnu Abi Hatim bahwa penduduk surga tingkat yang atas dapat mengunjungi penduduk surga di tingkat bawahnya namun penduduk surga tingkat yang bawah tidak dapat mengunjungi penduduk surga di tingkat atasnya.
Maka cinta sejati diperoleh dengan kerjasama dalam urusan dunia dan akhirat, sehingga berada dalam keimanan yang sama.
Nabi saw bersabda: “Semoga Alloh memberikan rahmat kepada seseorang yang bangun malam kemudian sholat dan membangunkan istrinya lalu ia pun sholat, jika istri enggan ia percikkan air dimukanya. Dan semoga Alloh swt memberikan rahmat kepada istri yang bangun malam kemudian sholat dan membangunkan suaminya lalu ia pun sholat, jika suami enggan ia percikkan air dimukanya” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Para istri generasi salaf biasa berkata pada suaminya: “Takutlah pada Alloh, janganlah engkau mencari rizki yang haram karena kami mampu menahan lapar, tetapi kami tak akan mampu menahan siksa neraka.” (Pengantin Islam. Abdullah Nashih Ulwan. Al Ishlahy Press. 1993: Jakarta).
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Alloh menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (An Nisaa’: 19).
Ujian eksternal dapat diatasi jika internal rumah tangganya solid. Sedangkan ujian internal yang dominan ialah adanya sifat-sifat pasangan yang tidak disukai. Jika sifat itu merupakan hal buruk maka harus diubah secara hikmah, dan baik suami maupun istri harus mau mengubah kebiasaan buruknya. Namun ada juga sifat yang merupakan keunikan karakter, dan ayat di atas menjadikan kesabaran sebagai solusi.
Dari Aisyah: “Tidak pernah keluarga Muhammad saw makan sampai kenyang dengan roti gandum untuk tiga malam berturut-turut sejak kedatangan mereka di Madinah hingga wafatnya” (HR Muslim). Nabi Muhammad saw dan keluarganya hidup sangat sederhana, namun mereka menjadi qudwah bahwa orang-orang miskin pun bisa bahagia. Karena kebahagiaan berada di ketenangan hati (QS. Al Fajr: 27 – 30).
“… Jika mereka miskin Alloh akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Alloh Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nuur: 32).
Kendala ekonomi bukanlah penghambat menikah. Ketika kedua pasangan sepakat bahwa tujuan utama mereka adalah mendekatkan diri pada Alloh swt, maka masalah ekonomi, ego keluarga, dan ejekan orang lain akan dapat ditepis. Sehingga mendapatkan istri shalihah merupakan faktor utama keberlangsungan pernikahan.
“Perempuan itu lazimnya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena (kemuliaan) keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya, maka pilihlah perempuan yang memiliki agama, (jika tidak) maka binasalah engkau” (HR. Bukhari dan Muslim).
“… wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Alloh lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Alloh telah memelihara (mereka) …” (QS. An Nisaa’: 34). “Tidak ada manfaat yang lebih baik bagi seorang Mukmin setelah takwa kepada Alloh selain dari pada isteri yang salehah. Jika memerintah padanya, ia mematuhinya. Jika memandang padanya, ia menggembirakannya. Jika suaminya tidak ada di sisinya, ia menjaga harta dan dirinya.” (HR. Ibnu Majah).
Calon istri ideal tidak harus cantik atau kaya. Calon istri idaman ialah yang berkarakter kokoh, sholihah sebagaimana disampaikan dalam ayat dan hadits di atas. Dia tidak menjadikan harta sebagai ukuran, dia siap untuk berjuang bersama, dan dialah yang akan menjadi bidadari tercantik di surga.
Karena sesungguhnya dunia itu sementara dan sangat singkat. “Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari.” (QS. An Naazi´aat: 46).
Sedangkan akhirat adalah abadi, yang satu harinya adalah 1000 tahun waktu dunia. “Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS. Al Hajj: 47).
Wallohu A’lam BishShowab