Rabu, 05 November 2008

Pengkhianatan dan kecurangan kaum Wahhâbi

Sepertinya selain kajahilan dan keterbelakangan, kecupetan dan arogansi sikap, ada ciri lain yang tidak kalah kentalnya pada kaum Wahhâbi, yaitu pengkhianatan terhadap umat Islam… dalam banyak hal, termasuk pengkhianatan dalam melestarikan peninggalan para ulama yang mereka anggap tidak sejalan dengan akidah yang mereka bangun dan mereka paksakan ke atas kaum Muslimin dengan tipu muslihat dan kecurangan serta dalam banyak kali dengan kekerasan!

Mungkin judul di atas terasa “galak dan memprovokasi”, akan tetapi apabila Anda menyadari kejahatan intelektual yang sedang mereka lakoni pasti Anda akan melihatnya sebagai wajar dan tidak berlebihan.

Dalam kesempatan ini saya hanya akan membongkar satu dari ratusan contoh kasus pengkhianatan dan kecurangan kaum Wahhâbi… dimana mereka merusak dan mengacak-ngacak buku-buku para ulama Ahlusunnah dengan mengganti redaksi-redaksi tertentu yang tidak sejalan dengan keyakinan “menyimpang” sekte Wahhâbiyah… hal mana amanat ilmiah mewajibkan mereka menetapkan apa adanya apa yang ditulis para ulama, karena itu adalah hak peten mereka…. Adapun apabila ada yang tidak setuju dengannya mestinya ia membuat catatan kaki, misalnya, yang membantah apa yang ditulis si alim tersebut!

Hal demikian tidak dilakukan kaum Wahhâbi, karena sudah jelas keyakinan “menyimpang” mereka tidak mampu bertahan tegak di hadapan kuat dan tegasnya dalil ulama Islam dalam masalah-masalah yang mana kaum Wahhâbi menyalahi mereka!

Untuk menghemat waktu pembaca saya akan sebutkan kasus pengkhianatan yang dilakukan kaum Wahhâbi terhadap keterangan Imam Nawawi –salah seorang tokoh ulama terkemuka Ahlusunnah- tentang masalah dianjurkannya menziarahi makam suci Rasulullah saw. setelah menunaikan ibadah haji.

Dalam kitab al Adzkâr:306, terbitan Dâr al Fikr- Damaskus, dan cetakan-cetakan lain, sebagaimana juga sesuai dengan manuskirp kuno, serta sesuai dengan apa yang tertera dalam Syarah al Adzkâr karangan Ibnu ‘Allân, Imam Nawawi menerangkan demikian:

(فصل في زيارة قبر رسول الله (صلى الله عليه وسلم) وأذكارها) : اعلم أنه ينبغي لكل من حج أن يتوجه إلى زيارة رسول الله (صلى الله عليه وسلم) سواء كان ذلك طريقه أو لم يكن فان زيارته (صلى الله عليه وسلم) من أهم القربات وأربح المساعي وأفضل الطلبات فإذا توجه للزيارة أكثر من الصلاة والسلام عليه (صلى الله عليه وسلم) في طريقه . فإذا وقع بصره على أشجار المدينة . . .

(Pasal: Tentang ziarah makam Rasulullah saw. dan dzikir-dzikirnya): Ketahuliah bahwa sesungguhnya sayogyanya bagi setiap orang yang menunaikan ibadah haji untuk menuju/berangkat menziarahi Rasulullah saw., baik kota suci Madinah itu jalan (menuju kota/negeri)nya atau bukan. Karena menziarahi beliau saw. termasuk pendekatan diri paling penting dan paling menguntungkannya usaha (yang dilakukan hamba untuk kebaikannya) dan paling afdhalnya perintah. Jika ia menuju untuk berziarah, maka hendaknya ia berbanyak-banyak membaca shalawat dan salam atas beliau saw. di perjalannya. Dan apabila ia telah menyaksikan pohon-pohon kota suci Madinah… “

Akan tetapi, seperti telah saya katakan, karena anjuran menziarahi makam suci Rasulullah saw. adalah sesuatu yang tidak disukai kaum Wahhâbi, maka keterangan Imam Nawawi terasa sangat menyakitkan dan mereka nilai sebagai sebuah kesesatan… karenanya “tangan-tangan amanat nun terampil” kaum Wahhâbi bersegara merubahnya sehingga tidak bertentangan dengan doktrin Wahhâbiyah yang anti pengagungan Rasulullah saw. itu! Mereka bergegas melestarikan kebiasan para “Salafush Shaleh” mereka yang disebutkan dalam Al Qur’an:

مِنَ الَّذينَ هادُوا يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَواضِعِهِ وَ يَقُولُونَ سَمِعْنا وَ عَصَيْنا وَ اسْمَعْ غَيْرَ مُسْمَعٍ وَ راعِنا لَيًّا بِأَلْسِنَتِهِمْ وَ طَعْناً فِي الدِّينِ وَ لَوْ أَنَّهُمْ قالُوا سَمِعْنا وَ أَطَعْنا وَ اسْمَعْ وَ انْظُرْنا لَكانَ خَيْراً لَهُمْ وَ أَقْوَمَ وَ لكِنْ لَعَنَهُمُ اللَّهُ بِكُفْرِهِمْ فَلا يُؤْمِنُونَ إِلاَّ قَليلاً.

“Yaitu orang-orang Yahudi, mereka merubah perkataan dari tempat- tempatnya. Mereka berkata:” Kami mendengar”, tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula):” Dengarlah” sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan):” Râ`ina”, dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan:” Kami mendengar dan patuh, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami”, tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis.”(QS. An Nisâ’ [4];46)

أَفَتَطْمَعُوْنَ أَنْ يُؤْمِنُوْا لَكُمْ وَ قَدْ كَانَ فَرِيْقٌ مِّنْهُمْ يَسْمَعُوْنَ كَلاَمَ اللهِ ثُمَّ يُحَرِّفُوْنَهُ مِن بَعْدِ مَا عَقَلُوْهُ وَ هُمْ يَعْلَمُوْنَ.

“Apakah kalian masih mengharapkan supaya mereka beriman kepada (agama) kalian padahal segolongan dari mereka telah mendengar firman Allah lalu setelah memahaminya mereka mengubahnya sedangkan mereka mengetahui?.” (QS. Al Baqarah [2];75)[1]

Di sini, melalui tangan terampil seorang “pedagan agama dan penjual harga diri” bernama Abdul Qadir al Arnâûth, para pemuka Sekte Wahhâbi yang tergabung dalam Idârah al Buhûts al Ilmiyah wa al Iftâ’/Lembaga Pengkajian Ilimah dan Fatwa yang, tentunya beranggotakan pemuka-pemuka sekte Wahhâbiyah paling bergengsi dan terpercaya…

Ketika penerbit Dâ al Huda–Riyadh, ibu kota kerajaan Arab Saudi, benteng Sekte Wahhâbiyah- menerbitkan kitab Al Adzkâr dengan tahqîq Abdul Qadir al Arnâûth dan di bawah pengawasan dan restu Lembaga tersebut di atas, teks keterangan Imam Nawawi ia sulap menjadi:

فصل في زيارة مسجد رسول الله (صلى الله عليه وسلم) : اعلم أنه يستحب من أراد زيارة مسجد رسول (صلى الله عليه وسلم) أن يكثر من الصلاة عليه (صلى الله عليه وسلم) في طريقه فإذا وقع بصره على أشجار المدينة . . . .

(Pasal: tentang ziarah masjid Rasulullah saw.): Ketahuliah bahwa sesungguhnya sayogyanya bagi setiap orang yang ingin menziarahi masjid Rasulullah saw. untuk memperbanyak shalawat kepada beliau saw. di perjalannya, Dan apabila ia telah menyaksikan pohon-pohon kota suci Madinah…( Al Adzkâr:259)

Abu Salafy berkata: Coba perhatikan dan renungkan apa yang mereka lakukan dan pengkhianatan apa yang sedang mereka tekuni?!

Bagiamana kepalsuan dan pemalsuan itu bisa tejadi di bawah pengawasan Lembaga yang patutnya paling dapat dipercaya dalam mengemban amanat agama?!

Padahal setahu saya, tidak semua anggota Lembaga Tertinggi Wahhâbi itu buta mata kepalanya dan atau tulis telinganya! Namun mengapa pengkhianatan Abdul Qadir al Arnâuth itu dapat terjadi dan mereka restui?

Lalu apa yang bakal tersisa dari kepercayaan umat Islam terhadap kitab-kitab peninggalan para ulama terdahulu jika cetakan-cetakan yang beredar telah diacak-acak oleh tangah-tangan pendosa para pengkhiatan amanat agama?!

Ini adalah sebuah kejahatan yang harus segera mendapat perhatian serius dari para ulama, para Kyai dan sarjana Islam yang peduli akan kelestarian kitab-kitab Salaf kita!

Kajahatan yang sedang mereka lakoni ini adalah sangat berbahaya dan berdampak membutakan generasi Muslim akan ajaran agamanya! Ia adalah kejahatan yang tidak kalah dengan kejahatan para Rabi dan Pendeta Yahudi dan Kristen yang telah membutakan dan menyesatkan kaum mereka dari petunjuk Allah!

Pengkhianatan Kaum Wahhabiyah Bukti Kelemahan Mereka!

Dan sekaligus kejahatan kaum Wahhâbi ini adalah bukti kebangkrutan Sekte Wahhâbiyah dalam membangun klaim dan doktrin menyimpangnya!

Mereka yang menggklaim sebagai “Prajurit Tuhan dan Pengawal Kemurnian Tauhid” itu kini bermain curang, dan melakuakn tindak kejahatan intelektual dan mengkhianati amanat Umat!

Mengapakan harus bermain curang?! Kecurangan hanya senjata kaum lemah dan sesat!

Maka nasihat saya, bersegerah kalian bertaubat dan tunduklah kepada kebenaran walau ia pahit dan bertentangan dengan doqma yang Anda telan selama ini!

Apakah kebenaran hanya akan kalian terima dengan dengan taslîm jika ia tidak bertentangan dengan hawa nafsu kalian?

Apakah kebenaran tidak akan kalian tentang jika ia sesuai dengan kepentingan kalian dan apabila bertentangan maka kalian akan berbalik punggung membelakanginya?

Bukankah sikap itu adaalah cermin kecongkakan terhadap al haq?!

أَفَكُلَّمَا جَاءَكُمْ رَسُوْلٌ بِمَا لاَ تَهْوَى أَنْفُسُكُمُ اسْتَكْبَرْتُمْ فَفَرِيْقاً كَذَّبْتُمْ وَ فَرِيْقاً تَقْتُلُوْنَ.

“Apakah setiap rasul datang kepada kalian dengan membawa misi yang tidak sesuai dengan keinginan kalian lalu kalian bertindak angkuh; sebagian dari (para rasul itu) kalian dustakan dan sebagian (yang lain) kalian bunuh?.” (QS. Al Baqarah [2];87)

mengapa kalian wahai kaum Wahhhabi sangat keberatan dengan anjuran menziarahi makam suci Rasulullah saw.? Apakah kalian menganggap bahwa tidak ada dahsi shahih yang menganjurkannya? Atau kalian mengangap apa yang dilakukan para pecinta Rasulullah saw. itu adalah ritual bid’ah dan cikal-bakal kemusyrikan?

Cobalah kalian berlaku jujur dan inshâf dalam agama. Pelajari argumentasi pihak lain yang kalian anggap telah menyimpamng itu! Di sana kalian pasti akan mendapatkan banyak manfaat, paling tidak kalian mengerti dalil-dalil pihaak lain!

Berhentilah melakukan kejahatan seperti yang telah kalian lakukan!

Semoga Allah menyelamatkan kaum Muslimin dari kejahatan para pengkhianat agama dan penabur fitnah dan kesesatan. Âmîn Yâ Rabbal Âamîn.


[1] Para ulama dan ahli tafsir menerangkan bahwa ada dua bentuk perubahan, tahrîf yang dilakukan kaum Yahudi terhadap kitab suci mereka, pertama dengan memutar balikkan makna yang dimaksud, -dengan tanpa merubah teks suci-, sehingga ayat-ayat suci itu dipaksa untuk sesuai dengan apa yang mereka maukan. Kedua, dengan merubah-rubah teks suci yang mereka anggap tidak sesuai dengan keyakinan dan atau kepentingan meteri mereka (para rabbi/pendeta Yahudi). Di samping kedua kejahatan kaum Yahudi ini, ada kejahatan lain yang juga sangat dikecam Al Qur’an yaitu menyembunyikan kebenaran dengan merahasiakan teks dan bukti-bukti kebenaran tersebut. Semua itu mereka lakukan demi kepentingan duniawi yang hendak mereka raih! (Lebih lanjut baca tafsir ayat-ayat di atas dalam Tafsir Ibnu Katsîr).

1 komentar:

  1. Salam, apakah pendapat Wahabi tentang solat berjemaah di masjid?

    BalasHapus